Page 77 - Al Ashri 50.cdr
P. 77
RENUNGAN
Rum, 30:30) yang berbunyi: tersedia saat ini sudah tidak mampu lagi menjawab
tantangan zaman. Model berdagang secara
ۚ
ۚ َ
ﱠ
َ َ
ِ
لﯾدﺑﺗ ﻻ ﺎﮭﯾﻠﻋ سﺎﻧﻟٱ رطﻓ ﻲﺗﻟٱ ِ ﱠ ِ ٱ ترطﻓ ﺎﻔﯾﻧﺣ نﯾدﻠﻟ كﮭﺟو مﻗﺄﻓ konvensional misalnya, sudah tidak lagi menarik
َ َ ِ َ
ﱠ َ َ
َ
َ
ِ َ ِ
َ َ
َ َ ِ َ
ِّ ِ َ َ
ٰ
ٰ
ﱠ
َ َ
َ َ
٣٠ ن َ ُ َ وﻣﻠﻌﯾ ﻻ سﺎﻧﻟٱ رﺛﻛأ نﻛﻟو مّﯾﻘﻟٱ نﯾدﻟٱ كﻟذ ٱ ﻖﻠﺧ َ ﻟ ِ pelanggan. Harus cermat, karena dengan IT banyak
ِ
َ ُ ِّ َ
َ ﱠ ِ َ
َ ِ ِ ۚﱠ ِ
َ
ِ ُ
dijumpai kepalsuan, hoak dan rekayasa; harus cerdas,
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan karena banyak manusia yang salah dalam
lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah menggunakan IT; harus mampu komunikasi dengan IT,
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. karena komunikasi yang bersifat tradisional sudah
Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama tidak digunakan lagi; dan harus dapat melakukan
yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak kolaborasi, karena guna memecahkan masalah dalam
mengetahui.” (Q.S. al-Ruum, 30:30). kehidupan membutuhkan bantuan orang lain.
Keempat, bahwa pendidikan yang dikehendaki Kedua, tantangan transnasional berupa masuknya
oleh Islam sebagaimana yang diajarkan melalui ibadah paham radikalisme ke dalam sekolah dan guru
puasa adalah pendidikan yang aktual, pendidikan yang pendidikan agama Islam. Hasil studi PPIM UIN Jakarta
otentik, dan pendidikan yang original. Pendidikan yang (2016) menyebutkan sekitar 81% guru PAI tak setuju
bukan hanya menekankan aspek to know memberikan izin pendirian rumah ibadah; 74%
(pengetahuan), tetapi to do (mengerjakan), to act menolak ucapan “Selamat Natal”, dan 80% tidak
(merealisasikan), to be (mandarah-dagingkan dalam bersedia menampung penganut syi'ah. Kita harus
diri), dan to life together (menerapkannya dalam mampu mengedepankan sikap tawasuth moderat
hidup bersama masyarakat). Wahbah al-Zuhaili dalam yang cirinya antara lain, dapat dilihat dari segi
al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu jilid II (hal. 567) pengamalan agama, bermasyarakat, berbangsa dan
mengatakan, bahwa ibadah puasa adalah madrasah bernegara. Dalam beragama ia tidak terlalu ketat dan
khuluqiyah kubra yatadarabu fiiha al-mu'minu 'ala tidak terlalu longgar. Dalam teologi, ia tidak seperti
khishaalin katsiratun, fahuwa jihad lin-nafsi, wa Khawarij yang terlalu tekstualis dalam memahami ayat
muqawimatun lil ahwaa wa naz'atu al-syaithani al-latiy dan tidak seperti Mu'tazilah dalam menggunakan akal,
taluuhu lahu wa yata'awwadu bihi al-insan khalqu al- hingga akal dapat menetapkan hukum, tapi Asy'ariyah
shabri 'ala maqad yuhramu minhu: Puasa adalah atau Maturidiyah Bukhara; yang seimbang antara
lembaga pendidikan karakter yang luar biasa yang di penggunaan teks wahyu dan akal. Selanjutnya dalam
dalamnya seorang mukmin dilatih tentang banyak hal, fiqih ia tidak terlalu tekstualis dalam memahami ayat
yaitu melatih hawa nafsu, mengendalikan hawa nafsu, hukum seperti Maliki, dan tidak terlalu rasional seperti
memerangi bujukan syaitan dan membiasakan Hanafi atau al-Thuufi, tetapi seperti Syafi'i yang
manusia bersikap sabar atas segala yang diharamkan seimbang antara wahyu dan akal. Dalam tasawuf, tidak
Allah. Inilah yang selanjutnya kita namakan modal terlalu ketat dengan hanya mengerjakan zikir dan
moral. kontemplasi hingga meninggalkan urusan duniawi dan
Dengan modal sosial, spiritual dan pendidikan sosial, dan tidak pula terlalu menerawang dan
karakter yang aktual, original dan otentik ini kita membingungkan, seperti Rabi'ah al-Adawiyah, al-
berupaya memecahkan berbagai masalah sebagai Hallaj, Ibn Arabi dan sebagainya, karena manusia
berikut. dapat menyatu dengan Tuhan, tetapi tasawuf yang
Pertama, tantangan globalisasi di era millennial, memadukan syari'at, hakikat dan ma'rifat secara
berupa disrupsi, yakni keadaan porakporanda dan seimbang seperti al-Ghazali. Islam yang moderat juga
kacau balau; disorientasi, yakni kehilangan arah dan Islam yang tastamuh (toleran), Islam yang tawazun
pegangan hidup, serta dislokasion, yakni kehilangan (seimbang), Islam yang rahmatan lil 'alamin (memberi
posisi dan kedudukan yang seharusnya dipegangi, rahmat bagi seluruh alam), dan istilah yang tawathun
yang semuanya ini akibat dari adanya perubahan yang (membela kedautan negara dan bangsa).
sangat cepat, sebagai akibat dari kemajuan ilmu Ketiga, tantangan pendidikan agama yang kurang
pengetahuan dan teknologi, serta penyalahgunaan menarik, karena materinya kurang berkembang, serta
Information Technology (IT), seperti fitnah, hoak, dan cara penyajiannya yang miskin dengan contoh-contoh
sebagainya. Selain itu IT, smart technology, artificial yang aktual, kontemporer, integrated dengan ilmu
intelligence (AI) telah pula menyebabkan terjadinya lain, problem solving dan sebagainya yang menuntut
pengangguran. Sedangkan pekerjaan-pekerjaan baru penguasaan yang luas tentang ilmu agama,
belum mampu dijawab oleh dunia pendidikan. Dunia kemampuan mengintegrasikannya dengan ilmu
Pendidikan harus mampu melahirkan manusia yang umum, penguasaan bahasa Arab dan Inggris yang
kreatif, cermat, cerdas, serta dapat melakukan baik, serta ilmu-ilmu bantuan yang luas, dan keinginan
komunikasi, kolaborasi. Harus kreatif, karena apa yang yang kuat untuk melakukan inovasi. [ed.dw]
Al Ashri edisi 46 7575
Al Ashri edisi 50