Page 14 - Al Ashri 47.cdr
P. 14
SENI budaya
senyuman. Sehabis Fara pergi, aku menegukkan kopi sebagai penerang. Ah, sekarang ia tahu cahaya kecil
ke dalam mulutku. Rasa pahit menjalar memenuhi itu berasal.
lidah dan rongga mulut. Ya, ini lebih baik daripada “Anjani,” panggil Bang Feri dengan nada pelan.
rasa pahit tersebut menjalar lebih dalam ke hatiku. Takut membangunkan nenek yang sedang terlelap.
Atau mungkin masa lalu? “Ya!” aku yang sejak tadi tak menyadari
"Apa nih?" Saat berjalan pulang, tidak sengaja kedatangan Bang Feri tersentak kaget. Fokusku
kakiku menginjak sebuah artikel yang cukup tebal berlebih kepada buku-buku yang menggunung di
dan bertuliskan "Universitas Airlangga" di bagian hadapanku.
judulnya. Kuambil artikel tersebut dan membukanya. “Kok belum tidur? Hari sudah malam, besok kamu
Terdapat banyak informasi tentang Universitas sekolah kan, gih tidur,” kata Bang Feri sambil
Airlngga di dalamnya. Di mulai dari tanggal berdiri menghampiriku.
sampai para alumni penting. Aku melirik jam dinding yang tergantung di kamar
"Punya siapa, ya?" aku melihat ke sekitaranku dan nenek. “Hah?! Udah jam 2!" aku benar-benar tidak
tidak dapat menemukan seorang pun. "Yaudah deh, merasa kalau malam sudah terlalu larut. Bang Feri
ambil aja. Lumayan buat informasi." Aku pun tertawa kecil. "Ga kerasa ya, bang,"
melanjutkan jalanku menuju rumah. "Memangnya kamu belajar apa sampai larut
“Anjani pulang,” sahutku, disambut dengan sunyi. begini?" tanyanya sambil membantuku
Aku pun melepaskan sepatu dan menaruhnya di rak. membereskan buku.
Langkahku langsung menuju ke arah kamar nenek "Persiapan lomba. Sebenarnya pengumuman
saat mendengar rintihan seseorang. final belum diumumkan. Tapi ga ada salahnya untuk
“Anjani..,” suara nenek yang lemah terdengar jelas persiapan, bukan?" Aku teringat perkataan Anto tadi
saat aku sampai di ambang pintu kamar. siang. Cukup nyelekit sejujurnya.
“Ya, nek?” suasana rumah tampak sepi. Sepertinya Nampak di ruang guru sudah ada Vito dan Anto
Bang Feri belum pulang dan Bibi Mus sedang yang sedang menunggu kedatanganku.
memasak di dapur belakang. Harum masakan "Ada apa ya, Bu?" tanyaku sambil melirik kepada
tercium hingga teras rumah. Anto dan Vito. Nampak Anto menunjukkan mimik tak
“Kamu habis dari mana? Kok baru sampai rumah?” suka kepadaku.
tanya nenek dengan wajah menggerut. Wajar saja "Hasil pengumuman lomba minggu kemarin
faktor umur yang menua. Sejak 5 tahun yang lalu sudah diumumkan," kata Bu Anggun sambil
nenek mengidap Alzheimer. Perlahan namun pasti, memperlihatkan selembar kertas.
penyakitnya semakin parah. Kini umurnya sudah Kulihat di bagian pemenang juara 'Final' tertulis
menginjak kepala tujuh. nama sekolahku di situ.
“Abis sekolah, Nek," jawabku dengan lembut. "KITA MASUK FINAL, BU?" tanpa sadar aku
Nenek merupakan salah satu keluarga yang tersisa berteriak di ruang guru yang cenderung sepi. Ibu
selain Bang Feri. Anggun tertawa kecil.
“Anjani, Anjani, bangun! Nenek mau ke toilet,” "Iya kita menang, dan hampir kalah karena kamu,"
seseorang menepuk pipiku. Suara nenek seru Anto sambil meninggalkan ruang guru.
menginterupsi tidurku. Rasa lelah menyelimutiku. "Ya "Maaf Anto, aku tak bermaksud," kataku pelan.
Nek, sebentar." Sangat berat untukku membuka Entah Anto mendengarya atau tidak.
mata. "Biarlah Anjani, yang penting kita sebagai tim
Dengan nyawa yang masih terkumpul setengah, harus kompak ya!" Vito memberiku semangat sambil
aku berjalan menuntun nenek. Rasa sakit di sekitar menepuk pundakku pelan.
kepala langsung terasa. Mungkin karena setiap hari Perjalanan dari Jakarta-Bandung terasa sangat
aku selalu saja dibangunkan tiba-tiba saat tertidur. lama. Kita menghabiskan waktu 4 jam dalam
Inilah rutinitasku setiap malam. Harus menjaga perjalanan. Terlebih lagi, di dalam mobil hanya sunyi
Nenek dan menuntunnya. Aku akan bisa belajar jika yang mendominasi menambah rasa kantukku.
nenek sudah benar-benar terlelap. Inilah alasan aku Sesekali kita melontarkan berbagai pertanyaan dan
suka tertidur atau terkantuk di kelas dan saat menjawabnya satu sama lain untuk mereview dan
perlombaan. menghilangkan rasa bosan. Tapi tetap saja, Anto
Feri sampai di garasi rumah untuk memakirkan mengurangi berbicara denganku.
mobil tuanya tepat pada jam 12 malam. Nampak Sesampainya di Jakarta, tepatnya MAN Nusa
rumah sedikit gelap, tersisa sedikit cahaya dari kamar Bangsa, kami langsung menuju ruang panitia untuk
nenek. Diajaknya kaki bergerak menuju kamarnya mengkonfirmasi kedatangan kami. Setelah itu, kami
untuk megistirahatkan tubuhnya. Tak luput melintasi memasuki ruang final yang sudah dipenuhi oleh
kamar nenek yang pintunya terbuka sedikit. suporter. Nampak juga suporter dari sekolahku dan
Dilihatnya Anjani sedang belajar ditemani senter kecil kedua orang tua Anto dan Vito. Di mana kedua
12 Al Ashri edisi 47